Indonesia Membangun Kemandirian Ekonomi

Kemandirian ekonomi telah menjadi satu kesicayaan atau tuntutan yang harus segera diwujudkan oleh bangsa Indonesia. Salah satu karakteristik bangsa yang ideal adalah bangsa yang mandiri. Bangsa mandiri adalah bangsa yang mampu berdiri sendiri tanpa bergantung dengan orang lain. Bangsa yang mandiri tidak meminta, tidak menunggu dan tidak berharap uluran tangan orang lain.
Gagasan dan realisasi dalam membangun kemandirian ekonomi Indonesia sampai kini memang masih jauh panggang dari api. Karsa untuk membangkitkan kemandirian itu kerap terhalang tembok tebal kekuasaan. Baik itu kekuasaan yang berasal dari dalam negeri (internal), kekuasaan ekonomi-politik neoliberalisme (eksternal), ataupun penggabungan dari keduanya. Penguasaan perekonomian bangsa terjajah diukur dari lima indikator, yaitu Pertama, kepemilikan sumberdaya, produksi dan distribusi. Kedua, bagaimana suatu bangsa memenuhi kebutuhan sektor pangan, energi, keuangan dan infrastruktur. Ketiga, pasar domestik untuk kebutuhan primer dan sekunder dipasok siapa dan siapa yang mendominasi. Keempat, apakah suatu pemerrintahan mempunyai kemerdekaan dan kebebasan mengambil kebijakan ekonomi dan terlepas dari pengaruh penguasa ekonomi dunia. Kelima, bagaimana sumber-sumber pendanaan APBN, dan apakah APBN memberikan hak-hak ekonomi sosial budaya.
Melihat kondisi ini kemandirian ekonomi rakyat Indonesia, yang secara umum, masih belum mandiri, bahkan masih jauh dari kemandirian. Parameter ketidak mandirian ekonomi itu terlihat pada banyak fakta dan kondisi objektif perekonomian masyarakat, diantaranya; Pertama, angka kemiskinan masih menggurita di Indonesia. Kalau digunakan indikator kemiskian menurut ILO dimana perkapita di bawah 2 dolar sehari, maka angka kemiskinan di Indonesia mencapai 100 juta jiwa lebih. Bagaimana bisa dikatakan mandiri, kalau kemiskinan masih menggeluti rakyat Indonesia. Kedua, SDA Indoensia yang strategis umumnya dikuasai oleh asing. Minyak Bumi dikuasai oleh asing sebesar 87 persen, dengan demikian Indoenesia hanya menguasai 13 persen SDA minyak bumi, fakta ini membuat bangsa kita, tergantung kepada asing. Demikian pula hasil SDA lainnya, seperti gas dan tambang emas di Freeport Papua.
Ketiga, kebutuhan pangan bagi rakyat yang semakin tergantung dari import dengan tingkat ketergantungan yang semakin tinggi. Fakta ini jelas menunjukkan ketidakmandirian pangan rakyat Indonesai. Keempat, jumlah pengusaha kecil dan mikro masih mendominasi di Indonesia, jumlahnya mencapai 40 jutaan. Usaha-usaha mikro dan kecil atau apa yang dikenal dengan “sector informal” atau lebih jelas lagi self-employed workers memiliki pendapatan yang sangat rendah, misalnya; penjual bakso, nasi goreng keliling, penjual sayur, pedagang asongan, warteg sederhana, pedagang kaki lima (PKL), tukang parkir, dan lain-lain yang umumnya produktifitasnya rendah, sehingga pendapatannya pun rendah sekali.
Terlepas dari permasalahan tersebut, bangsa Indonesia memiliki Sumber Daya Manusia (SDM), yang mumpuni yang harus segera dimanfaatkan untuk dapat mengelolah SDA yang tersedia dan siap membangun negara Indonesia menjadi negara yang mandiri dari berbagai aspek, maju bersaing dengan negara lain. Menurut pakar kependudukan dan lingkungan hidup, pada tahun 2030 jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 295 juta jiwa, dan pada 2032 diprediksi akan mengalami kenaikan kembali menjadi 300 juta jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Pada tahun 2013 tercatat sebesar 242 juta jiwa dan menempati peringkat empat sebagai negara terpadat di dunia.
Sumber daya manusia yang banyak tersebut dapat menjadi hal yang buruk jika bangsa Indonesia belum mampu menanggapinya secara positif, karena setiap manusia memiliki kebutuhan akan dirinya, mulai dari kebutuhan primer, sekunder, hingga tersier. Jika dilihat perbandingan dari zaman dulu hingga sekarang, kebutuhan sekunder bisa saja menjadi kebutuhan primer, dan kebutuhan tersier bisa saja menjadi kebutuhan sekunder.
Pada bidang usaha primer, yang meliputi usaha pertanian, pertambangan dan seluruh industri ekstraktif, dan bidang usaha sekunder, yang meliputi usaha industri manufaktur serta bidang usaha tertier yang meliputi jasa-jasa. Dari sudut tersebut, maka pergeseran angkatan kerja dari bidang usaha primer ke sekunder yang sesungguhnya berarti peningkatan produktifitas yang terbesar tidak ada artinya. Ini terlihat pada masih sedikitnya angkatan kerja yang tertampung di bidang industri, khususnya industri manufaktur. Dengan kata lain, terlihat bahwa merosotnya proporsi angkatan kerja dari bidang usaha primer ternyata ditampung oleh bidang usaha tertier (jasa-jasa).
Upaya mewujudkan kemandirian ekonomi Indonesia, merupakan sebuah pekerjaan besar dan panjang. Beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk mewujudkannya:
Pertama, Membangun etos entreprenership rakyat dan membekali rakyat dengan skills yang unggul dan berdaya saing.
Kedua, Melaksanakan training-training dan workshop keterampilan. Hal ini penting, karena kualitas SDM yang saat ini terus mengalami peningkatan. Selain itu perlu meningkatan kualitas pendidikan dan strata pendidikan rakyat melalui pendidikan formal.
Ketiga, Jika usaha kecil itu merupakan produsen, maka rakyat harus dibantu dalam pamasaran produk-produknya.
Keempat, Meningkatkan kualitas produk yang memenuhi standar.
Kelima, Memberikan dukungan permodalan melalui program pemerintah dan lembaga perbankan.
Keenam, Mendorong dan memotivasi rakyat untuk produktif di sektor pertanian, pertambangan, perkebunan, dan lain sebagainya, agar menumbuhkan kemandirian secara ekonomi.
Ketujuh, Membantu usaha kecil dan mikro dalam mengakses lembaga perbankan, baik dalam pembuatan proposal, membuat laporan keuangan dan penerapan manajemen keuangan yang modern.
Kedelapan, Optimalisasi peran pemerintah dalam kebijakan dan regulasi. Kebijakan pemerintah harus benar-benar prorakyat.
Kesembilan, Perlu mendesain sistem ekonomi yang lebih mengikuti kaidah-kaidah prorakyat yang menitikberatkan pada pemerataan dan kesejahteraan guna menghasilkan keadilan.
Kemandirian ekonomi Indonesia harus didorong atas dasar penguatan kekuatan ekonomi seluruh rakyat Indonesia dengan tanpa adanya dominasi maupun intervensi pihak asing dan kuasa lokal berdiri paling depan bersama-sama mengejar kesejahteraan rakyat Indonesia di seluruh pelosok Indonesia. Perlindungan akan hak, kewenangan dan kepemilikan rakyat di dalam setiap aktivitas ekonomi adalah tujuan yang mendasari segala keputusan ekonomi pada skala nasional.

Untuk itu dalam membangun perekonomian Indonesia harus mewujudkan good govemance yang prinsip-prinsipnya ialah aksesibilitas, transparansi, dan akuntabilitas dalam semua aspek termasuk (renegosiasi) kontrak karya. Sudah saatnya bangsa Indonesia kembali kepada ajaran kemandirian sebagaimana dicetuskan oleh pejuang bangsa ini sejak lahirnya kemerdekaan. Dalam rangka mewujudkan perikehidupan bermasyarakat, bernegara yang bebas, adil dan sejahterah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Simbol-Simbol yang Digunakan dalam Hak Kekayaan Intelektual

Review Jurnal

Minimnya Lahan Permukiman Penduduk yang Mengakibatkan Berkurangnya Lahan Terbuka Hijau